Edisi 1637
Apa hikmah di balik puasa wajib di bulan Ramadhan? Di antaranya:
- 1.Agar dapat menggapai derajat takwa, di antaranya dengan mendekatkan diri kepada Allah, merasa selalu diawasi oleh-Nya, serta lebih semangat beramal.
- 2.Dapat mengendalikan jiwa dan hati, sehingga sibuk mengingat Allah dan memikirkan hal-hal baik karena meninggalkan syahwat dan kesenangan duniawi.
- 3.Membuat kita menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak sia-sia.
- 4.Hikmah puasa berupa badan yang sehat dan semisalnya bukanlah tujuan utama, namun hikmah yang mengikuti saja. Lakukan puasa dengan niat ikhlas untuk mengharap wajah Allah.
Selepas Ramadhan, seharusnya setiap insan menjadi sadar dan lebih baik dengan terus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(Q.S. Al Baqarah: 183).
Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala, kita sudah mengetahui bersama bahwa puasa Ramadhan itu diwajibkan bagi setiap muslim, yang baligh, berakal, dalam kondisi sehat, bermukim, serta suci dari haidh dan nifas.
Lalu apa hikmah di balik melakukan ibadah puasa ini? Hikmahnya begitu banyak. Sebagian dari kalam ulama mengenai hikmah tersebut, kami sarikan sebagai berikut:
Menggapai Derajat Takwa
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah: 183).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara hikmah puasa adalah agar seorang hamba dapat menggapai derajat takwa, dan puasa adalah sebab meraih derajat yang mulia ini. Ketika berpuasa, seseorang akan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah pengertian takwa. Bentuk takwa dalam puasa dapat kita lihat dalam berbagai hal berikut:
1) Orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang Allah larang ketika itu, yaitu dia meninggalkan makan, minum, berjima’ dengan istri dan sebagainya yang sebenarnya hati sangat condong dan ingin melakukannya. Ini semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri pada Allah dan meraih pahala dari-Nya.
2) Orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun dia mengetahui bahwa Allah selalu mengawasi diri-Nya. Ini juga salah bentuk takwa, yaitu merasa selalu diawasi oleh Allah.
3) Ketika berpuasa, setiap orang akan semangat melakukan amalan-amalan ketaatan. Dan ketaatan merupakan jalan untuk menggapai takwa (Muassasah Ar Risalah, hal. 86).
Hikmah di Balik Meninggalkan Syahwat dan Kesenangan Dunia
Dalam berpuasa, setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan berbagai syahwat, makanan, dan minuman. Itu semua dilakukan karena Allah. Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku.” (H.R. Muslim).
Di antara hikmah meninggalkan syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah:
1) Dapat mengendalikan jiwa. Rasa kenyang karena banyak makan dan minum, kepuasan ketika berhubungan dengan istri, itu semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Maka dengan berpuasa, jiwa pun akan lebih dikendalikan.
2) Hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat Allah. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah.
3) Dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin, dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.
4) Dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya darah.” (H.R. Bukhari).
Dengan demikian, puasa dapat mengekang yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian (Latho’if Al Ma’arif, hal. 276-277).
Mulai Beranjak Menjadi Lebih Baik
Di bulan Ramadhan tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak sia-sia, juga agar tidak mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.” (H.R. Ath Thabrani, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (H.R. Bukhari).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan laghwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’.” (H.R. Ibnu Majah, Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini shahih).
Laghwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah (Fathul Bari, 3/346). Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita (Syarh Muslim, 5/130), atau dapat pula bermakna kata-kata kotor (Syarh Muslim, 4/151).
Itulah sejelek-jelek puasa, yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus jalan. Hendaknya ketika berpuasa, setiap orang berusaha pula menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat dan hal-hal yang sia-sia.
Oleh karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dahulu bermalas-malasan shalat 5 waktu, seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri dengan sempurna, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (terus menerus) walaupun sedikit.” (H.R. Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini shahih).
Penutup
Adapun hikmah puasa yang biasa sering dibicarakan sebagian kalangan bahwa puasa dapat menyehatkan badan (seperti dapat menurunkan bobot tubuh, mengurangi risiko stroke, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi resiko diabetes (Lihat http://swaramuslim.net)), maka itu semua adalah hikmah yang mengukti saja dan bukan hikmah utama (Tafsir Al Qur’an Al Karim Surat Al Baqoroh, 1/317). Sehingga hendaknya seseorang meniatkan puasanya untuk mendapatkan hikmah syar’i terlebih dahulu dan janganlah dia berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. Karena jika niat puasanya hanya untuk mencapai kenikmatan dan kemaslahatan duniawi, maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walaupun dia akan mendapatkan nikmat dunia atau nikmat sehat yang dia cari-cari.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Q.S. Asy Syuraa: 20).
Sehingga yang benar, puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk mengharap wajah Allah. Sedangkan nikmat kesehatan, itu hanyalah hikmah ikutan saja dari melakukan puasa, dan bukan tujuan utama yang dicari-cari. Jika seseorang berniat ikhlas dalam puasanya, niscaya nikmat dunia akan datang dengan sendirinya tanpa dia cari-cari. Ingatlah selalu nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai-beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.”(H.R. Tirmidzi, Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini shahih).
Adapun hadits yang mengatakan,
“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.” Perlu diketahui bahwa hadits semacam ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) menurut ulama pakar hadits (Silsilah Al Hadits Adh Dho’ifah, 1/420).
Semoga Allah menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan menjadikan kita insan yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya. Semoga Allah memberikan kita petunjuk, ketakwaan, sikap menjauhkan diri dari hal-hal haram, serta memberikan kita kecukupan.
Ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc., dari artikel https://rumaysho.com/482-hikmah-di-balik-puasa-ramadhan.html, dimuraja’ah oleh Ustadz Abu Salman, B.I.S.